Maha Pajapati Gotami

Pada tahun kedua setelah mendapat Penerangan Agung, Sang Buddha berdiam di Nigrodharama, Kapilavatthu, waktu itu Putri Pajapati Gotami, istri Raja Sudhodana menjadi seorang Sotapana, setelah mendengarkan khotbah-khotbah Sang Buddha.

Tiga Tahun kemudian, pada tahun kelima Sang Buddha mendapat Penerangan Agung, Raja Suddhodana sakit keras. Sang Buddha, yang waktu itu berada di balairung Kutagarasala, Vesali, datang ke Kapilavatthu dengan terbang melalui udara. Raja Suddhodana kelihatannya sudah lemah sekali, Sang Buddha kemudian memberikan khotbah kepada ayahnya yang berada di tempat tidur, di bawah payung kerajaan yang berwarna putih. Raja suddhodana mencapai tingkat Arahat setelah mendengarkan khotbah tersebut dan masih dapat menikmati berkah dan kedamaian Nibbana selama tujuh hari sebelum mangkat. Waktu itu Putri Pajapati sudah mengambil keputusan untuk menjadi bhikkhuni dan menunggu waktu yang tepat untuk mohon ditahbiskan oleh Sang Buddha.

Tidak lama kemudian timbul perselisihan antara negara Sakya dan negara Koliya perihal air Sungai Rohini, yang menjadi perbatasan antara kedua negara. Sang Buddha kembali mengunjungi Kapilavatthu dan memberi nasehat kepada kedua belah pihak untuk tidak menyelesaikan sengketa tersebut dengan berperang, tetapi sebaiknya sengketa tersebut diselesaikan melalui perundingan. Sesudah itu Sang Buddha menarik diri di Nigrodharama, Kapilavatthu.

Setelah sengketa tersebut dapat didamaikan, Sang Buddha kemudian memberikan uraian Dhamma yang dikenal sebagai Kalahavivadasutta. Setelah mendengar khotbah tersebut, lima ratus orang Sakya yang masih muda ditahbiskan menjadi bhikkhu.

Waktu inilah yang dianggap tepat oleh Putri Pajapati. Bersama-sama lima ratus wanita muda yang suaminya telah diterima menjadi bhikkhu, Putri Pajapati pergi ke Nigrodharama dan mohon agar mereka semua ditahbiskan menjadi bhikkhuni. Permohonan ini tiga kali ditolak dan kemudian Sang Buddha meninggalkan Kapilavatthu kembali ke Vesali.

Tetapi Putri Pajapati dan lima ratus wanita muda itu tidak putus asa dan mengikuti perjalanan Sang Buddha ke Vesali, setelah terlebih dahulu memotong rambutnya dan memakai jubah kuning. Mereka mengikuti dengan berjalan kaki, sehingga waktu tiba di Vesali kaki mereka luka-luka dan bengkak serta badan penuh debu.

Ananda menemui para wanita tersebut yang sedang menangis di depan pintu dan kemudian meneruskan permohonan mereka untuk dapat diterima menjadi bhikkhuni. Kembali Sang Buddha menolak sampai tiga kali. Kemudian Ananda mengubah cara mengemukakannya dan bertanya,

Kalau seorang wanita, oh Bhagava, dari kehidupan berkeluarga memasuki kehidupan seorang bhikkhuni dan menjalankan dengan tekun ajaran dan tata tertib yang ditetapkan oleh Sang Tathagata, apakah mungkin orang itu mencapai tingkat kesucian Sotapanna, Sakadagami, Anagami atau Arahat?”

Seorang wanita dapat mencapainya, Ananda.”

Kalau begitu, oh Bhagava, Maha Pajapati Gotami, bibi Sang Bhagava, telah besar pahalanya. Beliau adalah pengasuh-Nya, ibu tiri-Nya dan yang pernah memberikan-Nya air susu, waktu ibu-Nya sendiri meninggal dunia. Beliau mengasuh dan menyusui-Nya dari dadanya sendiri. Karena itu, oh Bhagava, alangkah baiknya wanita itu dapat diterima menjadi bhikkhuni.”

Kalau, Ananda, Maha Pajapati bersedia menerima delapan “aturan keras” (Garudhamma), maka Beliau dapat ditahbiskan.”

Kemudian Ananda diberitahukan tentang delapan “aturan keras” tersebut :

1. Seorang bhikkhuni, meskipun sudah ditahbiskan selama seratus tahun, harus menyambut dengan sopan, berdiri dari tempat duduknya, memberi hormat dengan kedua tangan dirangkapkan di dada kepada seorang bhikkhu yang baru saja ditahbiskan. Dan aturan ini harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar selama hidupnya.

2. Seorang bhikkhuni tidak boleh menjalankan vassa di tempat, di mana tidak terdapat seorang bhikkhu. Aturan ini pun harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar selama hidupnya.

3. Setiap setengah bulan, seorang bhikkhuni harus memohon dua hal dari Sangha para bhikkhu, yaitu (tanggal dan) hari untuk melakukan latihan dan hari untuk mendapatkan nasehat-nasehat (teguran-teguran). Aturan ini pun harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar selama hidupnya.

4. Setelah vassa, seorang bhikkhuni harus mohon kepada Sangha para bhikkhu dan Sangha para bhikkhuni untuk mendapat teguran dan peringatan tentang apa yang dilihat, didengar, dan dicurigai. Aturan ini pun harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar selama hidupnya.

5. Seorang bhikkhuni yang melakukan pelanggaran harus menjalani hukuman (manatta) selama setengah bulan lamanya di Sangha para bhikkhu dan di Sangha para bhikkhuni. Aturan ini harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar selama hidupnya.

6. Selesai menjalankan masa percobaan selama dua tahun, seorang calon bhikkhuni harus mohon ditahbiskan menjadi bhikkhuni dari Sangha para bhikkhu dan dari Sangha para bhikkhuni. Aturan ini harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar selama hidupnya.

7. Seorang bhikkhu tidak boleh dicaci-maki atau dihina dengan cara apa pun juga oleh seorang bhikkhuni. Aturan ini pun harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar selama hidupnya.

8. Mulai hari ini seorang bhikkhuni dilarang memperingati (menegur) seorang bhikkhu, sebaliknya seorang bhikkhu tidak dilarang untuk memperingati (menegur) seorang bhikkhuni. Aturan ini pun harus dipenuhi dan tidak boleh dilanggar selama hidupnya.

Setelah itu Ananda pergi menemui Maha Pajapati dan memberitahukan tentang delapan “aturan keras’ tersebut yang harus diterima, sebelum ia dapat ditahbiskan menjadi bhikkhuni.

Dengan gembira Maha Pajapati menerima delapan “aturan keras” tersebut dan kemudian ditahbiskan menjadi bhikkhuni pertama. Setelah ditahbiskan, Maha Pajapati memberi hormat kepada Sang Buddha dan kemudian berdiri di satu sisi. Sang Baghava memberikan uraian Dhamma dan kemudian memberikan kepadanya obyek untuk melakukan meditasi (Kammatthana). Beliau melatihnya dengan tekun dan tidak lama kemudian mencapai tingkat Arahat.

Pengikut Maha Pajapati yang berjumlah lima ratus orang juga ditahbiskan menjadi bhikkhuni dan kemudian setelah mendengarkan Nandakovadasutta, semuanya mencapai tingkat Arahat.

Dengan demikian berdirilah Bhikkhuni Sangha yang dipimpin oleh Maha Pajapati Gotami dan berkembang terus di desa-desa, kota-kota, dan bahkan di istana raja-raja. Yasodhara (ibu Rahula) dan Rupananda (anak Maha Pajapati) juga turut memasuki Bhikkhuni Sangha.

Pada satu kesempatan di hadapan Bhikkhu Sangha dan Bhikkhuni Sangha, Sang Buddha menyatakan bahwa Maha Pajapati adalah pemimpin dari para bhikkhuni yang terkemuka (Rattannu). Yasodhara, yang sewaktu-waktu juga disebut sebagai Rahulamatta, Bimba, Bimbadevi, Bhaddakacca adalah yang terkemuka dari mereka yang memiliki kekuatan gaib (Mahabhinnappatta) dan Rupananda adalah yang terkemuka dari mereka yang memiliki kekuatan meditasi (Jhayi). Dalam bhikkhuni Sangha pun terdapat dua orang murid utama, yaitu Khema dan Uppalavanna, sebagaimana Sariputta dan Moggallana menjadi murid utama dalam Bhikkhu Sangha.

Kemudian sewaktu Maha Pajapati sedang berada di Vesali, Beliau mengetahui bahwa hidupnya di dunia ini sudah tidak lama lagi. Beliau pamit dari Sang Buddha dan meninggal dunia pada usia seratus dua puluh tahun.