Duka Cita Para Dewa

Waktu itu Bhikkhu Upavana berdiri di depan Sang Bhagava dan mengipasi Beliau. Tiba-tiba Sang Bhagava menegurnya, “Minggirlah Bhikkhu, jangan berdiri di depan-Ku.”

Ananda yang mendengar teguran tersebut lalu berpikir, “Bhikkhu Upavana sejak lama melayani Sang Bhagava, akrab dengan Beliau dan biasa mengurus keperluan Beliau. Namun sekarang, tepat pada saat Sang Bhagava ingin mengakhiri hidup-Nya, Beliau memberikan teguran kepada Bhikkhu Upavana. Apakah sebabnya dan apakah alasannya, sehingga Sang Bhagava menegur Bhikkhu Upavana dengan mengucapkan kata-kata, “Minggirlah Bhikkhu, jangan berdiri di depan-Ku.”

Dan Ananda kemudian memberitahukan Sang Bhagava apa yang terkandung dalam pikiran-Nya. Sang Bhagava lalu menjawab, “Hampir seluruh dewa dari seluruh lapisan alam sekarang berkumpul di sini untuk melihat Sang Tathagata. Hingga sejauh dua belas yojana di sekitar kebun pohon Sala dari suku Malla ini, Ananda, di sekitar Kusinara, tak ada tempat kosong seujung rambut pun yang tak ditempati oleh para Dewa Agung. Dan para dewa ini mengeluh, “Dari jauh kami datang untuk melihat Sang Tathagata. Karena jarang sekali seorang Tathagata akan memasuki parinibbana. Tetapi bhikkhu ini, yang memiliki kekuatan besar, justru berdiri di depan Sang Bhagava dan menghalangi penglihatan kami, sehingga sekarang, pada saat-saat terakhir kami tak dapat melihat Sang Bhagava!” Demikianlah Ananda, keluhan para dewa tersebut.

“Dewa macam apakah, Bhante, yang dilihat oleh Sang Bhagava?”

Mereka, Ananda, ada yang datang dari alam surga dan ada juga yang dari dunia ini, karena mereka masih cenderung sekali dengan hal-hal keduniawian; mereka menangis dengan rambut kusut dan ada yang menangis dengan mengangkat tangan mereka; dengan berguling-gulingan di tanah, mereka berkata, “Terlalu cepat Sang Bhagava memasuki Parinibbana! Terlalu cepat Yang Terbahagia memasuki Parinibbana! Terlalu cepat Sang Guru lenyap dari pandangan kami!”

Tetapi para dewa yang sudah terbebas dari hawa nafsu, merenung dengan pikiran terpusat dan penuh kesadaran, “Segala sesuatu yang terdiri dari paduan unsur-unsur adalah tidak kekal. Mana mungkin hal ini tidak akan terjadi?”

Dahulu, Bhante, setelah habis musim hujan, para bhikkhu meninggalkan tempat tinggal mereka dan datang berduyun-duyun mengunjungi Sang Tathagata. Dan kami merasa satu keberuntungan untuk menerima kedatangan mereka dan memperoleh kesempatan yang baik untuk bergaul dengan para bhikkhu yang terhormat itu, yang datang untuk menerima wejangan dari Sang Bhagava, atau hanya untuk melayani Beliau. Tetapi, Bhante, apabila Sang Bhagava kelak sudah mangkat, maka kami tak lagi akan mendapat keuntungan dan kesempatan seperti yang tersebut di atas.